"Kitab Suci" Rancangan KUA PPAS Inhil 2026 Dibedah dalam Sepekan, Ini Kata Akademisi
TEMBILAHAN, Tuahkarya.com- Rapat sakral sidang Paripurna ke-29 DPRD Kabupaten Indragiri Hilir yang dilaksanakan pada 24 November 2025 merupakan bagian krusial dan sangat penting dalam bagian tahapan penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026.
Dari sanalah arah kebijakan Pembangunan daerah Kabupaten Indragiri Hilir ditentukan untuk satu tahun kedepan, yakni tahun 2026.
Karena setiap pembahasan dalam sidang paripurna haruslah dilakukan dengan cermat dan hati-hati, harus pula dipilih mana yang urgent dan tidak urgent untuk pembangunan.
Dalam kesempatan menyampaikan pidato pengantar atas "Kitab Suci" atau buku tebal Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS), Bupati Indragiri Hilir H.Herman ternyata absen dari kehadirannya, Kepala Daerah hanya diwakilkan oleh bawahan yang dipercayakannya.
Dalam perspektif hukum administrasi negara, penyampaian nota pengantar itu bukan sekadar acara seremonial, melainkan tindakan hukum yang bersifat wajib sebagai bagian dari proses penyusunan anggaran daerah yang telah diatur secara tegas dalam kerangka peraturan perundang-undangan.
Jamri SH MH Dosen Fakultas Hukum Unisi menuturkan, secara yuridis, Kepala Daerah mempunyai kewajiban untuk menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS kepada DPRD berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Regulasi-regulasi tersebut menegaskan bahwa rancangan KUA-PPAS harus disampaikan kepada DPRD untuk dibahas bersama antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran DPRD.
"Karena itu, pidato pengantar Bupati Indragiri Hilir telah memenuhi legalitas formil sebagai dasar dimulainya pembahasan resmi antara dua organ penting di pemerintahan daerah," paparnya.
Namun jika dilihat dari aspek waktu, terdapat persoalan krusial yang tidak dapat diabaikan.
Siklus penganggaran daerah secara nasional mengharuskan bahwa penyampaian rancangan KUA–PPAS idealnya dimulai jauh lebih awal, yaitu pada pertengahan tahun atau sekitar bulan Juni.
Bahkan dalam praktik umum pada banyak daerah, kesepakatan KUA–PPAS ditandatangani paling lambat akhir Agustus untuk memberi ruang yang cukup bagi penyusunan dan pembahasan Rancangan APBD.
Setelah itu, RAPBD seharusnya sudah disampaikan kepada DPRD paling lambat awal Oktober agar pembahasan dapat diselesaikan sebelum batas akhir penetapan APBD pada 30 November.
Ketentuan ini sejalan dengan prinsip kepastian hukum dan keteraturan administrasi yang menjadi dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Dengan dimulainya pembahasan KUA–PPAS 2026 Kabupaten Indragiri Hilir baru pada 24 November 2025, hampir seluruh tahapan yang ditentukan regulasi telah dilampaui.
Kondisi ini menimbulkan konsekuensi administratif yang signifikan. Keterlambatan pembahasan tidak hanya mengancam ketepatan waktu penetapan APBD 2026, tetapi juga berpotensi menghambat penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil dari pemerintah pusat.
Selain itu, pada awal tahun anggaran pemerintah daerah sangat mengandalkan APBD untuk menjalankan layanan publik.
Jika APBD terlambat, maka banyak kegiatan pelayanan masyarakat tidak dapat segera dimulai. Hal ini pada akhirnya berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta dapat menimbulkan ketidakpastian bagi masyarakat dan dunia usaha.
Dari perspektif asas-asas umum pemerintahan yang baik, keterlambatan tersebut berpotensi mencederai asas kepastian hukum, asas ketepatan waktu, dan asas profesionalitas.
Proses penganggaran seharusnya berjalan sistematis, terencana, dan tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
Ketika pembahasan baru dimulai pada saat waktu penetapan APBD hanya tersisa beberapa hari, maka kualitas perumusan kebijakan anggaran rawan tidak optimal.
Pemeriksaan substansi anggaran menjadi terbatas, peluang partisipasi publik menjadi minim, dan risiko kesalahan teknis dalam penyusunan dokumen menjadi semakin besar.
Meski demikian, secara formal rapat paripurna 24 November tersebut tetap memiliki makna penting karena menjadi dasar administratif dimulainya pembahasan KUA–PPAS oleh Banggar dan TAPD.
Risalah rapat yang dihasilkan dari paripurna itu memiliki kekuatan hukum sebagai dokumen resmi yang melandasi proses berikutnya.
Namun momen tersebut sekaligus memberikan sinyal kuat bahwa perencanaan dan tata kelola penganggaran tingkat daerah perlu evaluasi lebih serius, terutama dalam hal kedisiplinan terhadap jadwal yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
Dalam praktik yang ideal, penyampaian rancangan KUA–PPAS sudah sepatutnya dilakukan paling lambat bulan Juni setiap tahunnya.
Pembahasan antara TAPD dan Banggar DPRD dapat berlangsung pada bulan Juli hingga awal Agustus, sehingga kesepakatan KUA–PPAS dapat ditandatangani paling lambat akhir Agustus.
Dengan demikian, Rancangan APBD dapat segera dirumuskan dan disampaikan ke DPRD pada awal Oktober untuk dibahas dan ditetapkan tepat waktu pada akhir November.
"Siklus seperti inilah yang menjamin kepastian hukum, menjaga kualitas perencanaan, dan memastikan bahwa pelayanan publik tidak terganggu oleh persoalan administratif." Tambah Pakar Hukum tersebut.
Karena itu, meskipun penyampaian pidato pengantar Bupati Indragiri Hilir telah memenuhi aspek legalitas formil, namun waktu pelaksanaannya menuntut perhatian serius.
Pemerintah daerah perlu menata ulang manajemen perencanaan anggaran agar lebih sesuai dengan ketentuan hukum dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
"Dengan kedisiplinan waktu dan perencanaan yang lebih matang, proses penyusunan KUA–PPAS dan APBD dapat berjalan lebih transparan, terukur, dan berdampak positif bagi masyarakat Kabupaten Indragiri Hilir." Tutupnya.

